Satelit
Palapa, satelit yang diluncurkan pada era Orde Baru ini mungkin masih sering
kita dengar. Namun, bagaimana sesungguhnya jika kita menilik kondisi sistem
satelit kita saat ini? Ternyata kejayaan masa lalu itu belum sempat terulang di
era reformasi ini. Masalah inilah yang menjadi concern dari beberapa kalangan,
terutama para operator telekomunikasi di Indonesia.
Setidaknya
terdapat tujuh isu yang ramai dibicarakan terkait sistem satelit komunikasi
Indonesia. Menurut Ashwin Sasongko, Sekretaris Jenderal Departemen Komunikasi
dan Informatika (Depkominfo), dalam APSAT 2009 di Jakarta, pemerintah memiliki
tujuh permasalahan penting terkait sistem satelit komunikasi.
Pertama
adalah kepemilikan satelit oleh pihak asing (foreign ownership). Saat ini banyak
satelit asing yang beroperasi untuk pelanggan Indonesia. Mereka bisa bebas
beroperasi bahkan berbisnis dan menjual produknya di Indonesia. Bagaimana
dengan nasib satelit dalam negeri?
Tak
ubahnya dengan satelit asing, satelit Indonesia juga melayani kebutuhan
pelanggan di luar negeri. Namun, satelit Indonesia tidak diperbolehkan untuk
menjual produk ataupun berbisnis di negeri mereka. Dengan kata lain, ini
merupakan kerugian bagi pihak Indonesia.
Menurut
Ashwin, sudah selayaknya dibuat peraturan terkait permasalahan satelit di
negeri ini. Karena, pengguna satelit saat ini meningkat dengan pesat.
“Rencananya untuk lima tahun ke depan, pemerintah akan menyediakan regulasi
khusus yang mengatur satelit operator. Tentunya regulasi tersebut bisa
menguntungkan semua pihak,” jelas Ashwin.
Permasalahan
kedua adalah biaya yang dikeluarkan. Beberapa pengguna satelit di Indonesia
harus membayar mahal untuk menggunakan layanan satelit dari pihak asing. Ini
adalah permasalahan penting mengingat kebutuhan satelit merupakan hal mendasar
dalam telekomunikasi saat ini.
Selain
itu, persoalan lainnya ialah pesatnya pengguna satelit dalam dasawarsa terakhir
ini. Tak hanya pihak operator telekomunikasi yang gencar memanfaatkan
infrastruktur ini, tetapi sudah meliputi bidang broadcasting, pendidikan, dan
sebagainya.
Ashwin
menambahkan, pemanfaatan satelit juga berhubungan dengan bandwith. Bagaimana
membuat bandwith satelit bisa dioptimalkan dengan baik. Jika hal tersebut bisa
dilakukan, otomatis pelanggan satelit akan semakin bertambah.
Di
samping itu, satu hal yang sering menggelitik pemerintah Indonesia adalah
resiprokal penggunaan satelit. Seperti dijelaskan di atas, keuntungan bisnis
satelit tanah air, jauh lebih sedikit dibandingkan keuntungan bisnis pihak
asing. Dengan gencar pihak asing membombardir produknya dan leluasa menjualnya
di pasar dalam negeri. Untuk itu butuh peraturan yang baku dan sah untuk
mengaturnya.
Solusi
sekaligus rencana dari pemerintah Indonesia, salah satunya dengan peluncuran
satelit milik pemerintah. Menurut Ashwin, setidaknya pemerintah Indonesia
memiliki satelit sendiri, tidak perlu sebuah satelit yang besar, cukup mikro
saja. Tak hanya terbatas pada telekomunikasi, tapi kegunaannya meliputi bidang
lain, seperti keamanan, penyiaran, dan sebagainya.
Terakhir,
adalah permasalahan konten lokal. Yang dimaksud konten lokal di sini meliputi
sumber daya manusia serta proses riset dan pengembangannya (R&D). Mungkin
masih terngiang ketika Indonesia meluncurkan satelit Palapa pada 1976, dengan
konten lokal termasuk receiver dan transmitter-nya. Hal tersebut seharusnya
bisa dilakukan saat ini, tidak hanya mengingat tapi juga mengulangi kejayaan
satelit tanah air.
0 komentar:
Post a Comment